Selasa, 26 Mei 2009

MEDIA GERAK PUTAR SEGI TIGA PADA SUMBU SALIB UNTUK MENENTUKAN RUMUS TRIGONOMETRI SISWA KELAS II SMK MUHAMMADIYAH I NGANJUK

Karya Tulis Ilmiah
MEDIA GERAK PUTAR SEGI TIGA PADA SUMBU SALIB UNTUK MENENTUKAN RUMUS TRIGONOMETRI SISWA KELAS II SMK MUHAMMADIYAH I NGANJUK

Oleh :
MUCHAMMAD SOFFA,S.Pd,.MM
NIP. 510 211 024

PIMPINAN DAERAH MUHAMMADIYAH MAJLIS
PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
SMK MUHAMMADIYH I NGANJUK
2007
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah
Trigonometri merupakan materi yang dianggap sulit oleh sebagian besar siswa II SMK. Konsep tersebut bersifat abtrak , sulit dibayangkan dan perpindahan gerak segita disetiap letak kuadran.
Sebagai guru matematika penulis merasa terpanggil untuk mencari model pembelajaran trigonometri yang mudah dipahami dan menarik, yaitu “MEDIA GERAK PUTAR SEGI TIGA PADA SUMBU SALIB UNTUK MENENTUKAN RUMUS TRIGONOMETRI”.
Penulis berharap model pembelajaran tersebut dapat membantu siswa untuk lebih mudah memahami dan menentukan rumus trigonmetri disetiap letak kuadran, karena memiliki kelebihan kelebihan sebagai berikut :
1. Proses pembelajaran menjadi lebih menarik, karena siswa dapat menyaksikan secara langsung bentuk perpindahan segitiga disetiap letak kuadran.
2. Siswa lebih aktif dan kreatif, karena melakukan percobaan sendiri.
3. Alat percobaan yang sederhana, mudah dibuat, serta mudah didapat
1.2 Tujuan penelitian:
Tujuan pembelajaran ini adalah untuk :
1. Menjelaskan kepada siswa bahwa rumus trigonometri dipengaruhi oleh letak kuadran.
2. Menjelaskan kepada siswa bahwa sumbu kanan dan atas bernilai positif sedangkan sumbu kiri dan bawah bernilai negatif
1.3 Manfaat
Manfaat model pembelajaran ini dapat :
1. menumbuhkan minat belajar siswa
2. Meningkatkan daya serap siswa
BAB II
PELAKSANAAN METODE PENGAJARAN

2.1 Alat dan Bahan

a) Penggaris segi tiga
b) Busur
c) Besi atau kayu yang panjangnya 80 cm jumlah 2






Seng / mika








Kayu / besi





2.2 Metode Pengajaran
Kegiatan belajar mengajar didalam kelas dalam bentuk klasikal dengan metode Tanya jawab.
2.2.1 Menentukan rumus trigonometri pada kuadran I


Sin  = y/r = Sin (180 -  ) = Sin 
Cos  = x/r = Cos (180 -  ) = Cos 
Tg  = y/x = Tg ( 180 -  ) = Tg

2.2.2 Menentukan rumus trionometri pada kuadran II


Y







X



Jika sumbu y di putar 180 segitiga terletak dikuadran II nilai x negatif dan nilai y positif maka Sin  = y/r = Sin (180 -  ) = Sin 
Cos  = x/r = Cos (180 -  ) = - Cos 
Tg  = y/x = Tg ( 180 -  ) = - Tg 

2.2.3 Menentukan rumus trionometri pada kuadran III
Y







X

Jika segitiga pada salib sumbu dikuadran II diputar 180º oleh sumbu x nilai x negatif dan nilai y positif maka : Sin  = y/r = Sin (180 -  ) = - Sin 
Cos  = x/r = Cos (180 -  ) = - Cos 
Tg  = y/x = Tg ( 180 -  ) = Tg 

2.2.4 Menentukan rumus trionometri pada kuadran IV

Y







X

Jika segitiga pada salib sumbu dikuadran III diputar 180º oleh sumbu y nilai x positif dan nilai y negatif maka : Sin  = y/r = Sin (180 -  ) = - Sin 
Cos  = x/r = Cos (180 -  ) = Cos 
Tg  = y/x = Tg ( 180 -  ) = - Tg 

BAB III
HASIL DAN KESIMPULAN


3.1 Hasil Percobaan
Contoh actual dari hasil pengajaran untuk menguji tingkat keberhasilan metode gerak putar setiga pada sumbu salib untuk menentukan rumus trigonometri , penulis telah mengadakan penelitian terhadap kelas 2M1 dan kelas 2M2 SMK Muhammadiyah I Nganjuk. Kelas 2M1 menggunakan metode ceramah pada waktu membahas rumus trigonometri, sedangkan kelas 2M2 menggunakan metode demontrasi dengan peragaan gerak putar setiga pada sumbu salib.
Setelah diadakan evaluasi dengan soal yang sama, ternyata hasilnya sebagai berikut :
Jumlah siswa yang mendapat nilai
Nilai Kelas 2M1 Kelas 2 M2
Orang % Orang %
10
9
8
7
6 -
-
2
8
30 -
-
5
20
75 5
11
21
-
3 12,5
27,5
52,5
-
7,5

Keterangan : Jumlah siswa masing-masing kelas adalah 40 siswa.


3.2 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari proses di atas sebagai berikut:
1. Proses pembelajaran terlaksana dengan efektif
2. Selama proses pembelajaran siswa lebih aktif dan kreatif
3. Daya serap siswa dapat di tingkatkan
4. Menumbuhkan minat belajar siswa
5. Siswa sangat antusius mengikuti jalannya demonstrasi
6. Menumbuhkan sikap kerjasama dengan kawan dan melatih diri untuk dapat menghargai pendapat orang lain
7. Menumbuhkan rasa spontanitas terhadap kejadian alam di sekitarnya dalam kehidupan sehari-hari.

BAB IV
SARAN
1. Dengan menggunakan alat peraga diatas akan lebih efektif, jika guru menggunakan metode demonstrasi
2. Susunlah alat-alat sesuai dengan fungsinya sebelum mengajar

3.2 Kesimpulan


Dengan menggunakan media pembelajaran :
1. Daya serap siswa dapat ditingkatkan
2. Proses pembelajaran terlaksana dengan efektif
3. Menumbuhkan minat belajar siswa, siswa sangat antusias mengikuti jalannya demontrasi
4. Selama proses pembelajaran siswa lebih aktif dan kreatif
5. Rasa percaya diri siswa mulai tumbuh
6. Menumbuhkan sikap kerjasama dengan kawan dan melatih diri untuk dapat menghargai pendapat orang lain

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN RME (REALISTICS MATHEMATIC EDUCATION)

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA
MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN RME
(REALISTICS MATHEMATIC EDUCATION)
Oleh : Muchammad Soffa
A. Pendahuluan
Dewasa ini yang masih menjadi pembicaraan hangat dalam masalah mutu pendidikan adalah prestasi belajar siswa dalam suatu bidang ilmu tertentu. Menyadari hal tersebut, maka pemerintah bersama para ahli pendidikan, berusaha untuk lebih meningkatkan mutu pendidikan. Upaya pembaruan pendidikan telah banyak dilakukan oleh pemerintah, diantaranya melalui seminar, lokakarya dan pelatihan-pelatihan dalam hal pemantapan materi pelajaran serta metode pembelajaran untuk bidang studi tertentu misalnya IPA, Matematika dan lain-lain. Sudah banyak usaha yang dilakukan oleh Indonesia untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia, khususnya pendidikan Matematika di sekolah, namun belum menampakkan hasil yang memuaskan, baik ditinjau dari proses pembelajarannya maupun dari hasil prestasi belajar siswanya.
Dari beberapa mata pelajaran yang disajikan pada Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, matematika adalah salah satu mata pelajaran yang menjadi kebutuhan system dalam melatih penalarannya. Melalui pengajaran matematika diharapkan akan menambah kemampuan, mengembangkan keterampilan dan aplikasinya. Selain itu, matematika adalah sarana berpikir dalam menentukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, bahkan matematika merupakan metode berpikir logis, sistematis dan konsisten. Oleh karenanya semua masalah kehidupan yang membutuhkan pemecahan secara cermat dan teliti selalu harus merujuk pada matematika.
Namun dibalik semua itu, yang terjadi selama ini adalah masih banyak siswa yang menganggap bahwa matematika tidaklah lebih dari sekedar berhitung dan bermain dengan rumus dan angka-angka. Saat ini banyak siswa yang hanya menerima begitu saja pengajaran matematika di sekolah, tanpa mempertanyakan mengapa dan untuk apa matematika harus diajarkan. Tidak jarang muncul keluhan bahwa matematika cuma bikin pusing siswa dan dianggap sebagai momok yang menakutkan bagi siswa. Begitu beratnya gelar yang disandang matematika yang membuat kekhawatiran pada prestasi belajar matematika siswa. Sementara itu kebanyakan guru dalam mengajar masih kurang memperhatikan kemampuan berpikir siswa, atau dengan kata lain tidak melakukan pengajaran bermakna, metode yang digunakan kurang bervariasi, dan sebagai akibatnya motivasi belajar siswa menjadi sulit ditumbuhkan dan pola belajar cenderung menghafal dan mekanistis. Ditambah lagi dengan penggunaan pendekatan pembelajaran yang cenderung membuat siswa pasif dalam proses belajar-mengajar, yang membuat siswa merasa bosan sehingga tidak tertarik lagi untuk mengikuti pelajaran tersebut, terlebih lagi pelajaran matematika yang berkaitan dengan konsep-konsep abstrak, sehingga pemahamannya membutuhkan daya nalar yang tinggi. Oleh karena itu, dibutuhkan ketekunan, keuletan, perhatian, dan motivasi yang tinggi untuk memahami materi pelajaran matematika..
Pada umumnya proses pembelajaran yang digunakan adalah dengan menggunakan model pembelajaran konvensional yakni ceramah, tanya jawab, pemberian tugas dan pembelajarannya didominasi oleh guru dan sedikit melibatkan siswa. Karenanya mengakibatkan siswa bekerja secara procedural dan memahami matematika tanpa penalaran, selain itu interaksi antara siswa selama proses belajar-mengajar sangat minim.
Pada pembelajaran matematika, guru kurang memberikan peluang kepada siswa untuk mengkonstruksi konsep-konsep matematika, siswa hanya menyalin apa yang dikerjakan oleh guru. Selain itu siswa tidak diberikan kesempatan untuk mengemukakan ide dan mengkonstruksi sendiri dalam menjawab soal latihan yang diberikan oleh guru.
Masalah yang telah dikemukakan di atas, perlu melakukan perbaikan proses pengajaran. Salah satunya dengan menerapkan pendekatan pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa untuk mengembangkan potensi secara maksimal. Banyak sekali model-model pembelajaran yang bisa diterapkan, sehingga memungkinkan guru untuk menyampaikan materi matematika secara menarik dan menyenangkan. Dalam kondisi peserta didik yang fun maka peserta didik dapat mengikuti dengan fun juga, maka mereka tidak merasa jenuh dalam belajar matematika
Semakin beranekaragamnya model pembelajaran seperti model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran STAD (Student Team Achievement Division), model pembelajaran RME (Realistics Mathematic Education), model pembelajaran JIGSAW dan lain-lain namun dalam pemilihan yang akan diterapkan haruslah disesuaikan dengan tujuan pembelajarannya, kesesuaian dengan materi yang hendak disampaikan, perkembangan peserta
Model pembelajaran RME (Realistic Matemathic Education), karena model pembelajaran ini dapat mendorong keaktifan, membangkitkan minat dan kreatifitas belajar siswa agar dapat meningkatkan hasil belajarnya. Pendekatan RME adalah salah satu pendekatan dalam pembelajaran matematika yang landasan filosofinya sejalan dengan falsafah konstruktivis yang menyebutkan bahwa pengetahuan itu adalah konstruksi dari seseorang yang sedang belajar. Dalam hal ini pembelajaran dengan model RME siswa di dorong untuk aktif bekerja bahkan diharapkan untuk mengkonstruksi atau membangun sendiri konsep-konsep matematika, dengan demikian RME berpotensi untuk meningkatkan prestasi belajar matematika

B. Hakikat Proses Belajar Mengajar Matematika
Untuk memahami pengertian proses belajar mengajar matematika, kita uraikan dulu istilah proses, belajar, mengajar dan matematika. Proses dalam pengertiannnya di sini merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam ikatan untuk mencapai tujuan Sedangkan definisi belajar menurut beberapa pendapat adalah :
1. definisi menurut Slameto belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungannya
2. definisi menurut Sudjana belajar adalah suatu perubahan yang relative permanent dalam suatu kecenderungan tingkah laku sebagai hasil dari praktek atau latihan
3. definisi menurut Winkel, belajar adalah suatu aktifitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap serta perubahan relative konstan dan berbekas
Jadi berdasarkan definisi belajar di atas dapat dirumuskan definisi belajar yaitu proses perubahan tingkah laku yang dialami oleh individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Perubahan yang terjadi dapat berupa perubahan dalam kebiasaan (habit), kecakapan (skill), pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan ketrampilan dasar (psikomotor).
Pengertian mengajar pada umumnya adalah usaha guru untuk menciptakan kondisi atau menata lingkungan sedemikian rupa, sehingga terjadi interaksi antara murid dengan lingkungan, termasuk guru, alat pelajaran dan sebagainya yang disebut proses belajar, sehingga tercapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan². Jadi mengajar pada hakekatnya suatu proses, yakni proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga dapat menumbuhkan, mendorong dan memberikan bimbingan atau bantuan kepada siswa dalam melakukan proses belajarnya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar matematika merupakan suatu proses belajar mengajar yang melibatkan guru dan siswa, dimana perubahan tingkah laku siswa diarahkan pada peningkatan kemampuan dalam mempelajari matematika, sedangkan guru dalam mengajar harus pandai mencari pendekatan pembelajaran yang akan membantu siswa dalam kegiatan belajarnya.
C. Hakikat Model Pembelajaran RME (Realistic Mathematic Education)
1. Pengertian RME
RME diperkenalkan oleh Freudenthal di Belanda pada tahun 1973. RME sudah melalui proses uji coba dan penelitian lebih dari 25 tahun, implementasinya telah terbukti berhasil merangsang penalaran kegiatan berpikir siswa. Berikut ini akan dijelaskan pengertian RME :
a. RME adalah suatu pendekatan dimana matematika dipandang sebagai suatu kegiatan manusia (Freudental 1973, Teffers 1987)
b. RME adalah pendekatan pembelajaran yang bertolak dari hal-hal yang real bagi siswa, menekankan keterampilan proses of doing mathematics, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan diri sendiri (student inventing sebagai kebalikan dari teacher telling) dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok
c. RME merupakan model pembelajaran yang menempatkan relitas dan lingkungan siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah yang nyata atau yang telah dikuasai dapat dibayangkan dengan baik oleh siswa dan digunakan sebagai sumber munculnya konsep atau pengertian matematika yang semakin meningkat (Soedjadi, 2001 : 2)
d. RME menurut Gravermeijer bahwa ide utama dari RME adalah siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa. Usaha untuk membangun konsep tersebut adalah melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan relistik. Realistic dalam pengertian bahwa tidak hanya situasi yang ada di dunia nyata, tetapi juga dengan masalah yang dapat mereka bayangkan.
Secara teori RME mempunyai 5 karakteristik:
• Penggunaan real konteks sebagai titik tolak belajar matematika
• Penggunaan model yang menekankan penyelesaian secara informal sebelum menggunakan cara formal atau rumus
• Mengaitkan sesame topic dalam matematika
• Penggunaan metode interaktif dalam belajar matematika
• Menghargai ragam jawaban dan kontribusi siswa
2. Ciri-Ciri Model Pembelajaran RME
• Matematika dipandang sebagai kegiatan manusia sehari-hari, sehingga dapat memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari
• Belajar matematika berarti bekerja dengan matematika
• Siswa diberi kesempatan untuk menemukan konsep-konsep matematika dibawah bimbingan orang dewasa (guru
• Proses belajar mengajar berlangsung secara interaktif dan siswa menjadi focus dari semua aktifitas di kelas
• Aktifitas dilakukan meliputi menemukan masalah kontekstual (looking for problems), memecahkan masalah (problem solving), dan mengorganisir bahan belajar
Pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran RME selain mempelajari dalam arah vertical (proses dalam matematika itu sendiri) juga mempelajari dalam arah horizontal meliputi pembuatan skema, merumuskan dan menggambarkan masalah dalam cara yang berbeda, menemukan hubungan dan keterkaitan mengungkapkan jawabannya. Melalui diskusi kelas jawaban siswa dibahas/dibandingkan. Dan guru membantu menganalisa jawaban siswa. Jawaban siswa mungkin salah semua, mungkin juga benar semua atau sebagian benar dan sebagian salah. Jika jawaban benar maka guru hanya menegaskan jawaban tersebut. Jika jawaban salah guru secara tidak langsung memberitahu letak kesalahan siswa yaitu dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa yang menjawab soal atau siswa lainnya. Selanjutnya siswa sapat memperbaiki jawabannya dari hasil diskusi, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan.

Diposting oleh :
Much. Soffa
Pendidikan : Magister Manejemen
Unit Kerja : SMK Muhammadiyah 1 Nganjuk
Alamat Jl. Citarum no 22-24 Nganjuk
No Telp : (0358) 322003
HP. 088803548813

artikel pendidikan

MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING DENGAN VIDEO COMPACT DISK DALAM
PEMBELAJARAN MATEMATIKA


Oleh : Muchammad Soffa
Guru SMK Muhammadiayh I Nganjuk

Abstrak
Sampai saat ini masih banyak ditemui kesulitan siswa untuk mempelajari konsep geometri dimensi tiga , siswa kelas XI semester 2. Akibatnya terjadi kesulitan siswa untuk memahami konsep geometri selanjutnya karena konsep prasarat belum dipahami. Dalam makalah ini akan dibahas tentang suatu model pembelajaran Creative Problem Solving dengan Media Video Compact Disk. Model pembelajaran ini dapat dijadikan alternatif pada pembelajaran matematika karena sesuai dengan karakteristik matematika.
Kata kunci: Problem Solving, Kreatif, VCD

A. Latar Belakang
Matematika merupakan suatu mata pelajaran yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Karena pendidikan merupakan salah satu hal penting untuk menentukan maju mundurnya suatu bangsa, maka untuk menghasilkan sumber daya manusia sebagai subyek dalam pembangunan yang baik, diperlukan modal dari hasil pendidikan itu sendiri. Khusus untuk mata pelajaran matematika, selain mempunyai sifat yang abstrak, pemahaman konsep yang baik sangatlah penting karena untuk memahami konsep yang baru diperlukan prasarat pemahaman konsep sebelumnya.
Dalam proses belajar mengajar di kelas terdapat keterkaitan yang erat antara guru, siswa, kurikulum, sarana dan prasarana. Guru mempunyai tugas untuk memilih model dan media pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang disampaikan demi tercapainya tujuan pendidikan. Sampai saat ini masih banyak ditemukan kesulitan-kesulitan yang dialami siswa di dalam mempelajari matematika. Salah satu kesulitan itu adalah memahami konsep pada pokok bahasan Teorema Pythagoras. Akibatnya terjadi kesulitan siswa untuk memahami konsep berikutnya karena konsep prasarat belum dipahami.
Menurut H.W. Fowler dalam Pandoyo (1997:1) matematika merupakan mata pelajaran yang bersifat abstrak, sehingga dituntut kemampuan guru untuk dapat mengupayakan metode yang tepat sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa. Untuk itu diperlukan model dan media pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk mencapai kompetensi dasar dan indikator pembelajaran
Menurut Sobel dan Maletsky dalam bukunya Mengajar Matematika (2001:1-2) banyak sekali guru matematika yang menggunakan waktu pelajaran dengan kegiatan membahas tugas-tugas lalu, memberi pelajaran baru, memberi tugas kepada siswa. Pembelajaran seperti di atas yang rutin dilakukan hampir tiap hari dapat dikategorikan sebagai 3M, yaitu membosankan, membahayakan dan merusak seluruh minat siswa. Apabila pembelajaran seperti ini terus dilaksanakan maka kompetensi dasar dan indikator pembelajaran tidak akan dapat tercapai secara maksimal.
Selain itu pemilihan media yang tepat juga sangat memberikan peranan dalam pembelajaran. Selama ini media pembelajaran yang dipakai adalah alat peraga Teorema Pythagoras yang terbuat dari tripleks-tripleks. Tetapi seiring dengan berkembangnya teknologi, media pembelajaran tersebut kurang menarik perhatian dan minat siswa. Untuk itu diperlukan suatu media pembelajaran yang dapat lebih menarik perhatian dan minat siswa tanpa mengurangi fungsi media pembelajaran secara umum.
Model Pembelajaran Creative Problem Solving adalah suatu model pembelajaran yang memusatkan pada pengajaran dan ketrampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan ketrampilan (K.L. Pepkin, 2004:1). Dengan menggunakan model pembelajaran ini diharapkan dapat menimbulkan minat sekaligus kreativitas dan motivasi siswa dalam mempelajari matematika, sehingga siswa dapat memperoleh manfaat yang maksimal baik dari proses maupun hasil belajarnya.
Pemilihan media pembelajaran dengan menggunakan VCD dikarenakan akhir-akhir ini di lingkungan akademis atau pendidikan penggunaan media pembelajaran yang berbentuk VCD bukan merupakan hal yang baru lagi. Penggunaan media pembelajaran matematika yang berbentuk VCD memungkinkan digunakan dalam berbagai keadaan tempat, baik di sekolah maupun di rumah; serta yang paling utama adalah dapat memenuhi nilai atau fungsi media pembelajaran secara umum.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah “Model dan media pembelajaran apakah yang tepat untuk mengajarkan konsep matematika yang abstrak kepada siswa?”
C. Teori Belajar Matematika
Menurut J. Bruner dalam Hidayat (2004: belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya. Pengetahuan perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) manusia yang mempelajarinya. Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar mengajar terjadi secara optimal) jika pengetahuan itu dipelajari dalam tahap-tahap sebagai berikut:
1. Tahap Enaktif
Suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan dipelajari secara aktif dengan menggunakan benda-benda konkret atau situasi yang nyata
2. Tahap Ikonik
Suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imagery), gambar atau diagram yang menggambarkan kegiatan konkret atau situasi konkret yang terdapat pada tahap enaktif.
3. Tahap Simbolik
Suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak, baik symbol-simbol verbal (misalkan huruf-huruf, kata-kata atau kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika maupun lambang-lambang abstrak lainnya (Hidayat, 2004:9)
Suatu proses belajar akan berlangsung secara optimal jika pembelajaran diawali dengan tahap enaktif, dan kemudian jika tahap belajar yang pertama ini dirasa cukup, siswa beralih ke tahap belajar yang kedua, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi ikonik. Selanjutnya kegiatan belajar itu dilanjutkan pada tahap ketiga, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi simbolik.
Contoh nyata untuk anak SMP kelas delapan yang sedang mempelajari tentang Teorema Pythagoras, pada tahap enaktif anak diberikan contoh tentang benda di sekitarnya yang berbentuk segitiga siku-siku dan ditunujukkan panjang sisi-sisinya. Kemudian mengajak siswa-siswa untuk mengukur panjang sisi-sisi dari segitiga siku-siku tersebut. Selanjutnya pada tahap ikonik siswa dapat diberikan penjelasan tentang hubungan panjang ketiga sisi pada segitiga siku-siku menggunakan gambar dan model segitiga siku-siku selanjutnya pada tahap simbolik siswa dibimbing untuk dapat mendefinisikan secara simbolik tentang Teorema Pythagoras, baik dengan lambang-lambang verbal maupun dengan lambang-lambang matematika.
D. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran adalah upaya untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa (Suyitno, 2004:1). Agar tujuan pengajaran dapat tercapai, guru harus mampu mengorganisir semua komponen sedemikian rupa sehingga antara komponen yang satu dengan lainnya dapat berinteraksi secara harmonis (Suhito, 2000:12).
Salah satu komponen dalam pembelajaran adalah pemanfaatan berbagai macam strategi dan metode pembelajaran secara dinamis dan fleksibel sesuai dengan materi, siswa dan konteks pembelajaran (Depdiknas, 2003:1). Sehingga dituntut kemampuan guru untuk dapat memilih model pembelajaran serta media yang cocok dengan materi atau bahan ajaran.
Dalam pembelajaran matematika salah satu upaya yang dilakukan oleh guru adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang berbasis masalah (Problem Solving) karena dengan menggunakan model pembelajaran ini dapat memberikan siswa kesempatan seluas-luasnya untuk memecahkan masalah matematika dengan strateginya sendiri. Sedangkan penggunaan media dalam pembelajaran matematika sangat menunjang, karena dengan menggunakan media pembelajaran siswa lebih mudah memahami konsep matematika yang abstrak
Untuk mencapai kemampuan tersebut perlu dikembangkannya proses belajar matematika yang menyenangkan, memperhatikan keinginan siswa, membangun pengetahuan dari apa yang diketahui siswa, menciptakan suasana kelas yang mendukung kegiatan belajar, memberikan kegiatan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, memberikan kegiatan yang menantang, memberikan kegiatan yang memberi harapan keberhasilan, menghargai setiap pencapaian siswa (Depdiknas, 2003:5).
Selain itu di dalam mempelajari matematika siswa memerlukan konteks dan situasi yang berbeda-beda sehingga diperlukan usaha guru untuk:
1. Menyediakan dan menggunakan berbagai alat peraga atau media pembelajaran yang menarik perhatian siswa;
2. Memberikan kesempatan belajar matematika di berbagai tempat dan keadaan;
3. Memberikan kesempatan menggunakan metematika untuk berbagai keperluan;
4. Mengembangkan sikap menggunakan matematika sebagai alat untuk memecahkan matematika baik di sekolah maupun di rumah;
5. Menghargai sumbangan tradisi, budaya dan seni di dalam pengembangan matematika;
6. Membantu siswa menilai sendiri kegiatan matematikanya.
(Depdiknas, 2003:6)
Dari kurikulum di atas dapat dikatakan bahwa guru dalam melakukan pembelajaran matematika harus bisa membuat situasi yang menyenangkan, memberikan alternatif penggunaan alat peraga atau media pembelajaran yang bisa digunakan pada berbagai tempat dan keadaan, baik di sekolah maupun di rumah
E. Creative Problem Solving dalam Pembelajaran Matematika
Model “Creative Problem Solving” (CPS) adalah suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan ketrampilan. Ketika dihadapkan dengan suatu pertanyaan, siswa dapat melakukan keterampilan memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya. Tidak hanya dengan cara menghafal tanpa dipikir, keterampilan memecahkan masalah memperluas proses berpikir (Pepkin, 2004:1)
Suatu soal yang dianggap sebagai “masalah” adalah soal yang memerlukan keaslian berpikir tanpa danya contoh penyelesaian sebelumnya. Masalah berbeda dengan soal latihan. Pada soal latihan, siswa telah mengetahui cara menyelesaikannya, karena telah jelas antara hubungan antara yang diketahui dengan yang ditanyakan, dan biasanya telah ada contoh soal. Pada masalah siswa tidak tahu bagaimana cara menyelesaikannya, tetapi siswa tertarik dan tertantang untuk menyelesaikannya. Siswa menggunakan segenap pemikiran, memilih strategi pemecahannya, dan memproses hingga menemukan penyelesaian dari suatu masalah (Suyitno, 2000:34).
Adapun proses dari model pembelajaran CPS, terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
1. Klarifikasi masalah
Klarifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan kepada siswa tentang masalah yang diajukan, agar siswa dapat memahami tentang penyelesaian seperti apa yang diharapkan.
2. Pengungkapan pendapat
Pada tahap ini siswa dibebaskan untuk mengungkapkan pendapat tentang berbagai macam strategi penyelesaian masalah.
3. Evaluasi dan Pemilihan
Pada tahap evaluasi dan pemilihan ini, setiap kelompok mendiskusikan pendapat-pendapat atau strategi-strategi mana yang cocok untuk menyelesaikan masalah
4. Implementasi
Pada tahap ini siswa menentukan strategi mana yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah, kemudian menerapkannya samapai menemukan penyelesaian dari masalah tersebut (Pepkin, 2004:2).
Dengan membiasakan siswa menggunakan langkah-langkah yang kreatif dalam memecahkan masalah, diharapkan dapat membantu siswa untuk mengatasi kesulitan dalam mempelajari matematika.
F. Media Pembelajaran Matematika
Menurut H.W. Fowler (Suyitno, 2000:1) matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang bilangan dan ruang yang bersifat abstrak. Sehingga untuk menunjang kelancaran pembelajaran disamping pemilihan metode yang tepat juga perlu digunakan suatu media pembelajaran yang sangat berperan dalam membimbing abstraksi siswa (Suyitno, 2000:37).
Adapun nilai atau fungsi khusus media pendidikan matematika antara lain:
1. Untuk mengurangi atau menghindari terjadinya salah komunikasi;
2. Untuk membangkitkan minat atau motivasi belajar siswa;
3. Untuk membuat konsep matematika yang abstrak, dapat disajikan dalam bentuk konkret sehingga lebih dapat dipahami, dimengerti dan dapat disajikan sesuai dengan tingkat-tingkat berpikir siswa.(Darhim, 1993:10)
Jadi salah satu fungsi media pembelajaran matematika adalah untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Sedangkan motivasi dapat mengarahkan kegiatan belajar, membesarkan semangat belajar juga menyadarkan siswa tentang proses belajar dan hasil akhir. Sehingga dengan meningkatnya motivasi belajar siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya pula (Dimyati, 1994:78-79).
G. Penggunaan VCD (Video Compact Disc) dalam Pembelajaran Matematika
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, berkembang pula jenis-jenis media pembelajaran yang lebih menarik dan dapat digunakan baik di sekolah maupun di rumah. Salah satunya adalah media pembelajaran yang berbentuk VCD (Video Compact Disc).
Penggunaan VCD (Video Compact Disc) dapat digunakan sebagai alternatif pemilihan media pembelajaran matematika yang cukup mudah untuk dilaksanakan. Hal ini dikarenakan akhir-akhir ini di lingkungan akademis atau pendidikan penggunaan media pembelajaran yang berbentuk VCD bukan merupakan hal yang baru lagi dan dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran baik di sekolah maupun di rumah. Penggunaan media pembelajaran matematika yang berbentuk VCD memungkinkan digunakan di rumah karena VCD player sekarang ini sudah bukan merupakan barang mewah lagi dan dapat ditemukan hampir disetiap rumah siswa
H. Simpulan
Model “Creative Problem Solving” dengan media Video Compact Disk dalam pembelajaran matematika merupakan model pembelajaran yang secara teoritik tepat dan sesuai dengan karakteristik matematika yang abstrak dan sesuai juga dengan tuntutan KTSP Perlu diadakannya pembahasan lebih lanjut tentang pengaruh model “Creative Problem Solving” dengan media Video Compact Disk dalam pembelajaran matematika terhadap minat, proses dan hasil belajar siswa.
I. Daftar Pustaka
1. Dimyati, Mudjiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Depdikbud
2. Pepkin K.L. 2004. Creative Problem Solving In Math. Tersedia di: http://www.uh.edu/hti/cu/2004/v02/04.htm [5 Januari 2005].
3. Suhito. 1990. Strategi Pembelajaran Matematika. Semarang:FPMIPA IKIP Semarang
Diposting oleh :
Much. Soffa
Pendidikan : Magister Manejemen
Unit Kerja : SMK Muhammadiyah 1 Nganjuk
Alamat Jl. Citarum no 22-24 Nganjuk
No Telp : (0358) 322003
HP. 088803548813